Kamis, 20 November 2014

Yang waras yang mengalah

Pernahkah kita mendengar Pak Jokowi berkata: Sing waras, ngalah. Waktu itu keadaan Pak Jokowi bersitegang dengan Pak Prabowo mengenai persaingan pemilihan presiden negeri kita, Indonesia. Masing-masing kubu menjagokan pilihannya dengan membeberkan kelebihan kandidatnya dan kekurangan saingannya. Baik dengan cara yang benar sampai cara yang kotor, menjurus fitnah.

Pak Jokowi memilih untuk tidak meladeni berita-berita miring mengenai dirinya dan memposisikan dirinya sebagai orang yang waras, yang masih bisa berfikir jernih untuk tidak bersikap sembrono sehingga bisa memperkeruh keadaan. Tidak ada gunanya melawan orang yang tidak waras, hanya akan merugikan diri sendiri, sebab cara berfikirnya saja berbeda, tidak mungkin akan menemukan titik temu dari perdebatan yang tidak sepadan.

Jika kita di jalan bertemu dengan orang gila yang sedang mengamuk, tindakan apa yang paling aman buat kita? Menghindari orang gila itu atau kita ikutan mengamuk supaya orang gila itu takut dengan kita? Jika kita memilih opsi pertama, maka kita masih tergolong orang waras, karena tidak terpengaruh oleh orang gila itu. Tapi jika kita memilih opsi kedua, maka bisa dipastikan kita sama dengan orang gila itu dan orang lain yang melihatnya akan menganggap kita gila beneran.

Lain hal bila kita adalah petugas keamanan, maka ketika kita melihat orang gila, kita akan segera menangkapnya dan mengembalikan orang gila itu ke asalnya, entah itu ke rumahnya atau ke rumah sakit jiwa. Kita tidak bisa melarikan diri sebab tugas kita membuat aman lingkungan kita. Kita sudah memiliki kemampuan untuk mengamankan orang gila itu dan tidak ikut mengamuk seperti orang gila itu agar orang gila itu takut.

Jadi artinya yang waras yang mengalah ini maksudnya kita tidak ikut-ikutan gila seperti orang lain yang gila. Kita yang waras berarti bisa berfikir normal untuk mengatasi keadaan yang terjadi. Dengan kemampuan yang kita miliki, kita yakin kita bisa menyelesaikan masalah dengan cara yang waras/normal. Hasilnya pun akan terlihat jelas oleh orang lain bahwa kita telah melakukan hal yang benar.

Seberapa sering kita ikut-ikutan gila karena pengaruh orang lain? Contohnya ditengah kemacetan lalu lintas, pengendara tidak sabar saling berebut jalan yang memperparah keadaan semakin macet, kendaraan yang mogok diklakson oleh pengendara lain, padahal kalo mau cepat lewat ya harus bantu dorong kendaraan yang mogok itu kan.

Jadi membalas kejahatan dengan kejahatan berarti kita orang jahat, karena kita sudah tidak waras lagi. Orang waras itu adalah orang yang tahu kebaikan dan melakukannya dan tidak mau terpengaruh dengan kejahatan orang lain. Amsal 22:3 Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah dia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar